Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, mengatakan wacana pemberhentian presiden hanya sebatas diskusi. Menurut dia, wacana pemberhentian presiden dalam negara demokrasi itu hal biasa. Apalagi Undang Undang Dasar 1945, selaku konstitusi Negara Indonesia, mengatur hal tersebut.
"Kebebasan akademik harus dijaga, karena ini negara demokratis. Isu itu ramai saat diskusi online tentang pemakzulan presiden dibatalkan," kata dia, Selasa (2/6/2020). Dia menyayangkan ancaman disertai teror kepada panitia serta narasumber diskusi mahasiswa Constitusional Law Society Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menerangkan, karena diskusi dengan tema pemakzulan presiden di kampus tak boleh dilarang. Apalagi panitia dan narasumber sampai diancam.
"Dan tak usah takut dengan soal diskusi terkait pemakzulan presiden," ujarnya. Jika, melihat komposisi kursi di parlemen, dia menambahkan, akan sangat sulit untuk memberhentikan presiden yang sedang berkuasa sekarang. "Soal pemakzulan presiden itu sulit, karena kita tahu, parlemen diisi oleh partai partai koalisi pendukung presiden," tambahnya.
Sebelumnya, Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, KH Ahmad Syafii Maarif menilai bahwa Indonesia saat ini tengah berada di saat yang kurang baik, dimana pandemi Covid 19 masih menjadi momok tersendiri bagi seluruh stakeholder bangsa. Konsentrasi seluruh elemen bangsa Indonesia saat ini seharusnya difokuskan kepada bagaimana mencari solusi bersama, untuk mengentaskan persoalan pelik tersebut, sembari memberikan keterangan kepada masyarakat agar situasi tetap kondusif. “Dalam situasi sangat berat yang sedang dipikul oleh bangsa dan negara Indondesia, kita semua perlu bahu membahu untuk mencari jalan keluar dan menenangkan publik, sambil memberi masukan kepada pemerintah agar bekerja lebih kompak dan sinergis,” kata Buya Syafii Maarif dalam siaran persnya, Senin 1 Juni 2020.
Maka dari itu, tokoh intelektual Islam itu menilai di situasi saat ini dirasa kurang bijak ketika ada sekelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi untuk membicarakan pemakzulan Presiden. Apalagi menggunakan dalih kebebasan berpendapat untuk membentengi agenda tersebut. “Amatlah tidak bijak jika ada sekelompok orang berbicara tentang pemakzulan presiden, yang dikaitkan dengan kebebasan berpendapat dan prinsip konstitusionalitas,” tuturnya. Ia khawatir, pembahasan yang dinilainya tidak tepat waktunya itu bisa berpotensi menimbulkan gesekan tersendiri di kalangan masyarakat kelasgrass root.
“Kita khawatir cara cara semacam ini akan menambah beban rakyat yang sedang menderita, dan bisa juga menimbulkan gesekan dan polarisasi dalam masyarakat,” ungkapnya. Hal ini disampaikan Buya Syafii Maarif merespon adanya agenda diskusi yang dikelola oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI). Di mana dalam diskusi tersebut mengangkat tema “Menyoal kebebasan berpendapat dan konstitusionalitas pemakzulan Presiden di era pandemi Covid 19” dengan menghadirkan Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat KH Muhammad Din Syamsuddin, kemudian pakat filsafat Pancasila Prof Suteki, ahli hukum tata negara yang juga mantan komisaris utama PT Pelindo I Refly Harun, guru besar Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran Prof Susi Dwi Harijanti, pengurus APHTN HAN dan dosen STIH Jentera Bivitri Susanti, mantan Wamekum HAM Denny Indrayana dan beberapa tokoh lainnya. Sementara itu secara terpisah, Ketua Pengurus Wilayah Muhamadiyah Jawa Tengah KH Tafsir menyampaikan, bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi tetap berada di dalam posisi untuk membangun bangsa, membangun negara bersama sama seluruh komponen bangsa. Kegiatan diskusi ilmiah apapun selama bertujuan untuk membangun bangsa dan negara, maka Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi terbesar di Indonesia akan tetap mendukungnya.
“Muhammadiyah tidak mau terjebak dalam kepentingan politik praktis tertentu, oleh karenanya selama adanya diskusi, simposium dan seminar untuk kepentingan membangun bangsa dan perdamaian umat, Muhammadiyah akan selalu mendukung, selama bukan untuk kepentingan politik praktis tertentu,” kata Kiai Tafsir.