Mabes Polri Siap Jika Kejaksaan Meminta Bantuan untuk Melakukan Penangkapan Djoko Tjandra

Markas besar (Mabes) Polri menanggapi proses pencarian buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra yang dikabarkan berada di Indonesia sejak 3 bulan yang lalu. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Argo Yuwono menyampaikan pihak kepolisian berkomitmen untuk membantu proses pencarian Djoko Tjandra. Dia menyebut selalu berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI. "Tentunya kita kan sudah tukar menukar informasi ya," kata Argo kepada wartawan, Rabu (8/7/2020).

Argo mengatakan pihak kepolisian bersedia jika Kejaksaan meminta bantuan untuk melakukan penangkapan Djoko Tjandra. Namun sejauh ini, pihaknya belum mendapatkan informasi keberadaan buronan tersebut. "Misalnya dari kejaksaan itu meminta bantuan untuk melakukan penangkapan. Seandainya, ada tersangka yang diminta penangkapan ya kita akan membantu juga apa yang diminta kejaksaan," ujarnya. Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra, Andi Putra, membenarkan kliennya ada di Indonesia.

Bahkan pada 8 Juni 2020 Andi bertemu dengan buronan Kejaksaan Agung itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Saya hanya mengetahui beliau ada di Indonesia pada saat beliau pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) pada tanggal 8 Juni. Dimana PK tersebut didaftarkan sendiri oleh pak Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Andi di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (1/7/2020). Andi mengatakan tak ada maksud lain dari pertemuannya dengan Joko. Tujuannya hanya menemani mendaftar PK kasusnya.

Andi mengaku tak mengetahui kabar kliennya sudah tiga bulan di Indonesia. Dia juga tak mengetahui jalur masuknya Joko ke Indonesia. "Intinya kami bertemu dengan beliau tuh pada saat beliau sudah ada di Indonesia. Kita tidak ikut mengatur atau mengurusi bagaimana masuk ke Indonesia," kata Andi. Joko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata. Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Joko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008.

Majelis hakim memberi vonis dua tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta untuk Joko. Uang milik Joko di Bank Bali Rp 546,166 miliar dirampas negara. Imigrasi juga mencegah Joko. Joko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009. Tepat sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkara.

Kejaksaan kemudian menetapkan Joko sebagai buronan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *