Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyebut bahwa hasil Pilpres 2019 sudah memenuhi prinsip konstitusional atau sesuai dengan UUD 1945. Hal ini disampaikan merespons putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Adapun Pasal 6A UUD 1945 berbunyi: (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. (4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang undang.
Menurut Hasyim, logika hukumnya, jika peserta Pemilu hanya ada dua pasangan calon (paslon), maka seluruh suara sah secara nasional (100 persen) dibagi dua paslon. Pembagian itu mengakibatkan satu paslon memperoleh suara lebih dari 50 persen dan paslon lain mendapat suara kurang dari 50 persen. "Demikian juga perolehan suara masing masing paslon di setiap provinsi, karena hanya ada dua paslon, tentu satu paslon memperoleh suara lebih dari 50 persen dan paslon lain memperoleh suara kurang dari 50 persen," ujar Hasyim.
Hasyim mengatakan, formula pemilihan Pilpres 2019 berdasar ketentuan Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945, pemenang Pilpres 2019 ditentukan berdasarkan tiga hal berikut: 1. Mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum (paslon memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah nasional); 2. Mendapatkan suara dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi (paslon memperoleh suara minimal 20 persen suara sah di setiap provinsi); dan
3. Perolehan suara minimal 20 persen suara sah di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. "Tiga ketentuan tersebut adalah kumulatif, artinya 3 hal tersebut harus dipenuhi semua, untuk dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019," kata Hasyim. Adapun, perolehan suara sah nasional (suara di 34 provinsi dan suara pemilu di luar negeri) sebanyak 154.257.601 suara.
Pasangan Jokowi Amin mendapat 85.607.362 suara (55,50 persen) dan Prabowo Sandi memperoleh suara 68.650.239 (44,50 persen). Persebarannya, Jokowi Amin menang di 21 provinsi (dengan perolehan suara lebih dari 50 persen di setiap provinsi). Sedangkan Prabowo Sandi unggul di 13 provinsi (dengan perolehan suara lebih dari 50 persen di setiap provinsi).
"Jumlah provinsi di Indonesia adalah 34 provinsi. Setengah jumlah provinsi di Indonesia adalah 34 dibagi dua, yakni 17. Dengan demikian ketentuan (pada undang undang bahwa) 'lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia' adalah lebih dari 17 provinsi," kata Hasyim. Berikut 21 provinsi yang dimenangkan Jokowi Amin:
1. Sumut 2. Lampung 3. Babel
4. Kepri 5. DKI Jakarta 6. Jateng
7. DI Yogyakarta 8. Jatim 9. Bati
10. NTT 11. Kalbar 12. Kalteng
13. Kaltim 14. Sulut 15. Sulteng
16. Gorontalo 17. Sulbar 18. Maluku
19. Papua 20. Papua Barat 21. Kaltara.
Sedangkan, di bawah ini adalah 13 provinsi Prabowo Sandi unggul: 1. Aceh 2. Sumbar
3. Riau 4. Jambi 5. Bengkulu
6. Sumsel 7. Jabar 8. Banten
9. NTB 10. Kalsel 11. Sulsel
12. Sultra 13. Maluku Utara. Dengan demikian, kata Hasyim, dapat disimpulkan bahwa hasil Pilpres 2019 telah memenuhi azas konstitusional.
Sebab, salah satu paslon mendapat suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum (paslon memperoleh lebih dari 50 persen suara sah nasional), yaitu 85.607.362 suara (55,50 persen). Salah satu paslon juga mendapat suara sedikitnya dua puluh persen di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, yaitu menang di 21 provinsi dengan perolehan suara lebih dari 50 persen di setiap provinsi. Untuk diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Thun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Gugatan ini diajukan oleh pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, dan kawan kawan. Dalam putusan Nomor 44 P/PHUM/2019 tersebut dan diunggah pada 3 Juli 2020 lalu, MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denan Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1. "Mengabulkan permohonan hak uji materiil yang diajukan para pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan dengan UU 7/2017," demikian dilansir Kompas.com dari Kontan.co.id , Selasa (7/7/2020).
Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 berbunyi "Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih". Sedangkan Pasal 416 ayat 1 UU 7/2017 berbunyi "Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia". Dalam pertimbangannya MA berpendapat, KPU yang mengeluarkan PKPU 5/2019 telah membuat norma baru dari peraturan yang berada di atasnya, yakni UU 7/2019.
Selain itu, KPU juga memperluas tafsir dalam pasal 416 UU 7/2017.