Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid memuji kepedulian masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingya yang masih berada di atas kapal di perairan Aceh Utara. Menurutnya hal tersebut sangat melegakan dan menunjukkan betapa masyarakat Aceh tidak hanya sangat menjunjung tinggi nilai solidaritas tetapi juga sangat menghormati hak asasi pengungsi Rohingya yang selama ini terabaikan. Meski begitu, menurut Usman pemerintah pusat juga harus mendukung kepedulian masyarakat Aceh tersebut.
“Namun, upaya ini seharusnya tak berhenti sampai di sini. Perlindungan resmi dan menyeluruh dari Pemerintah pusat harus segera diberikan. Setelah perjalanan laut yang berbahaya dengan kondisi kelaparan, mereka membutuhkan tempat untuk berlindung," kata Usman ketika dikonfirmasi pada Kamis (25/6/2020). Menurut Usman pandemi covid 19 harusnya menjadi faktor pendorong bagi otoritas Indonesia untuk segera menyediakan kebutuhan dasar bagi para pengungsi seperti makanan, layanan kesehatan, dan tempat tinggal sementara. Ia mengingatkan para pengungsi Rohingya tersebut adalah kelompok rentan yang diperlakukan secara sadis oleh otoritas di negaranya.
“Karena itu, Pemerintah Indonesia harus segera mengaktifkan kembali dialog regional untuk menyelamatkan pengungsi Rohingya lainnya yang masih berada di lautan. Komunitas regional juga harus segera mengakhiri penderitaan mereka dengan melakukan langkah langkah yang diamanatkan oleh hukum internasional," kata Usman. Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, pada tanggal 25 Juni 2020, sebuah kapal yang mengangkut 94 pengungsi Rohingya bersandar di pantai Aceh Utara. Amnesty International Indonesia juga mencatat di antara para pengungsi terdapat 30 anak anak.
Selain itu Amnesty International Indonesia juga mencatat masyarakat setempat mendesak otoritas berwenang untuk membiarkan para pengungsi bersandar di wilayah mereka dan berusaha mencegah aparat untuk mendorong kembali kapal pengungsi ke lautan lepas. Sehari sebelumnya, nelayan lokal menemukan kapal pengungsi ini di lepas pantai Seunuddon dengan kondisi kapal yang rusak. Amnesty Internstional Indonesia mencatat Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations Convention on the Law of the Sea, UNCLOS), Konvensi Pencarian dan Pertolongan Maritim (Maritime Search and Rescue Convention, Konvensi SAR), dan Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (International Convention for the Safety of Life at Sea, Konvensi SOLAS).
Konvensi itu yang mewajibkan Negara Pantai untuk memberikan bantuan dan mengkoordinasi operasi pencarian dan pertolongan (SAR) terhadap orang orang yang berada dalam kesulitan di laut, terlepas dari kewarganegaraannya. Tidak hanya itu, hukum kebiasaan internasional juga mengatur adanya prinsip non refoulement yang mengatur bahwa negara tidak boleh mengirim para pengungsi dan pencari suaka ke tempat di mana nyawa mereka terancam termasuk mendorong kembali para pengungsi tersebut ke laut. Diberitakan Serambinews.com sebelumnya, sebanyak 94 imigran Rohingya, sampai dengan Kamis (25/6/2020) siang atau memasuki hari kedua masih berada di laut Aceh Utara.
Awalnya, posisi boat berada sekitar satu mil dari tepi pantai Lancong, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara. Namun karena dibawa ombak, kapal pun sempat semakin mendekat ke tepi pantai, atau jaraknya hanya tinggal puluhan meter lagi dari tepi pantai. Sehingga dua Boat yang dibantu speedboat, kapal Rohingya pun ditarik menjauh kembali dari tepi pantai.
Saat proses penarikan berlangsung atau sekitar pukul 12.45 WIB, mulai terlihat warga setempat melakukan aksi protes kepada petugas. Mereka menolak kapal tersebut ditarik menjauh kembali dari tepi pantai. "Sayang that aneuk mit mantong ipip deik lam kapai dum. Kapai reuleh dan boco. Kiban meunyoe lham. Tarek keuno aju, kamoe yang bi bu(Sayang sekali anak anak kecil masih ada yang menyusui di dalam kapal. Kapal rusak, dan bocor. Bagaimana kalau tenggelam. Tarek kemari sekarang, kami yang beri makan," teriak salah seorang warga.
Warga pun terlihat semakin emosi, bahkan warga mengambil speedboot yang ada tulisan Basernas untuk berupaya menjemput kapal Rohingya kembali ke tepi pantai. Sisi lain, beberapa wanita terlihat menangis. Mereka juga mengaku sedih dengan kondisi kapal imigran Rohingya yang harus ditarik kembali menjauh dari tepi pantai.