Presenter Najwa Shihab mengkritisi soal vonis terdakwa penyerang air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Diketahui, dua terdakwa penyerang Novel, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis masing masing divonis 2 tahun penjara dan 1 tahun 6 bulan penjara. Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut satu tahun penjara.
Menurut Najwa, putusan tersebut tergolong ringan, namun terdengar seperti hukuman seumur hidup bagi pemberantasan korupsi. Sebab, sudah tiga tahun kasus tersebut bergulir, berbagai pihak telah menuntut pengusutan dan pemburuan pelaku. Bahkan, pemerintah juga telah membentuk tim ad hoc pencari fakta untuk membongkar kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu.
"Namun semua hanya berakhir dengan putusan yang tak memberi efek jera," kata Najwa. Lantaran hal itu, Najwa menilai, setelah adanya vonis itu, maka tuntutan dan perlawanan membongkar aktor intelektual di balik kasus ini akan dimentahkan begitu saja. "Dengan dalil 'sudah diproses secara hukum'," lanjutnya.
Najwa menyebut, Novel hanya satu dari sekian penegak hukum di Indonesia, namun kasus yang menimpanya tidak berdiri sendiri. "Ia menjadi bagian dari rentetan gejala kasat mata," ujar Najwa. Lebih lanjut, Najwa menjelaskan, dengan adanya perspektif, maka masyarakat bisa menghadapi dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi di masa depan.
"Itulah yang memungkinkan kita membayangkan kondisi 10 tahun mendatang, gejalanya jelas ada, indikasinya juga nyata, ini memang sebuah distopia." "Mungkin akan ada yang menganggapnya berlebihan tapi apa yang salah dengan kecemasan?" katanya. Najwa menuturkan, perasaan cemas adalah tanda kita mengantisipasi masa yang akan datang selagi masih bisa.
"Kecemasan dan pengharapan yang memang seperti dua sisi mata uang, yang niscaya membayangi segala usaha memperbaiki negeri ini." "Semoga Indonesia akan baik baik saja hari ini dan sampai kapanpun," ungkapnya. Selain itu, Najwa juga mengajak masyarakat untuk membayangkan kondisi Indonesia 10 tahun mendatang.
"Bayangkanlah wajah hukum yang makin mirip sandiwara, persidangan bergaya opera yang dituntun bukan oleh kitab undang undang tapi oleh skenario yang bisa dirancang siapa saja." "Apakah KPK masih ada pada 2030 itu? Masihkah kita melihat gedung merah putih yang sama yang mampu menjulangkan harapan seperti dulu?" terangnya. Bahkan, lanjut dia, bisa saja generasi mendatang hanya akan melihat gedung KPK yang telah kusam berdebu.
Ia juga menyinggung soal pegiat dan aktivis 10 tahun mendatang yang berhati hati karena ancaman dan serangan priabadi mungkin saja akan rutin terjadi. Menurut Najwa, hal itu mungkin saja terjadi 10 tahun mendatang jika melihat penegakkan hukum seperti saat ini. "Mari kita bayangkan 10 tahun dari sekarang, korupsi tidak lagi dilakukan dengan sembunyi."
"Kita balik di era di mana korupsi bukan dilakukan di bawah atau di atas meja karena mejanya sudah lebih dulu raib dicuri." "Lalu wani piro tidak lagi menjadi lelucon malah menjadi salam yang dilazimkan." "10 tahun yang akan datang saya membayangkannya dari posisi hari ini."
"Di mulai dari pengadilan memutuskan pelaku penyiraman air keras terhadap penydiik senior KPK Novel Baswedan divonis 2 tahun dan 1,5 tahun penjara," paparnya.