Majelis Hakim Konstitusi menjadwalkan meminta keterangan Komisioner dan Dewan Pengawas KPK RI periode 2019 2023, pada Kamis 6 Agustus 2020. Upaya permintaan keterangan itu terkait permohonan Pengujian Formil dan Materil Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. "Majelis pleno mengagendakan memanggil KPK sebagai pihak terkait baik komisioner maupun dewas. Mendengar keterangan pihak terkait di sidang Kamis 6 Agustus 2020," kata Anwar Usman, selaku ketua majelis hakim, di ruang sidang pleno MK, Selasa (14/7/2020).
Menurut Anwar Usman, Komisioner dan Dewan Pengawas KPK RI dianggap mengetahui proses terbentuknya UU KPK hasil revisi. "Walaupun komisioner dan dewan baru, paling tidak mengetahui proses (pembentukan undang undang, red) seperti yang pemohon sampaikan," ujarnya. Pada Selasa ini, sidang beragenda mendengarkan keterangan ahli pemohon dan saksi.
Trisno Raharjo selaku Ahli yang dihadirkan Pemohon Perkara 70/PUU XVII/2019 dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta melalui video conference dalam sidang ke 10 uji materiil UU KPK. Sidang untuk Perkara 62, 70, 71, 73, 59, 77, 79/PUU XVII/2019. Sementara Saksi Perkara 79/PUU XVII/2019, yaitu ekonom lulusan Universitas Gajah Mada, Rimawan Pradiptyo. Kuasa hukum pemohon 79 mengaku masih akan menghadirkan 3 orang saksi ke sidang pleno MK. Salah seorang saksi diantaranya, yaitu pegawai KPK.
"Ada tiga lagi dan ada saksi dari internal KPK yang mengurus, menyusun dan (terlibat, red) proses pembahasan (revisi UU KPK, red)" kata kuasa hukum pemohon 79. Namun, kuasa hukum pemohon 79 menginginkan agar majelis hakim konstitusi membuat dan mengirimkan surat panggilan ke lembaga tempat saksi itu bernaung. "Ada masalah birokrasi. Dia menghendaki ada surat tugas dari Mahkamah Konstitusi. Jadi, dia keluar tidak ilegal. Berkenan, Mahkamah Konstitusi bisa melakukan panggilan," tuturnya.
Mengenai hal ini, Anwar Usman mengungkapkan, proses pemanggilan dan upaya menghadirkan saksi dan ahli ke persidangan MK dilakukan oleh pemohon. Pihaknya, tidak dapat memanggil saksi dan ahli untuk kepentingan pemohon. "Selama ini yang mengajukan saksi dan ahli pemohon yang berkewajiban. Artinya kewajiban menghadirkan kalau mau dihadirkan. Coba diusahakan sendiri bagaimana teknik pemohon," ujar Anwar Usman.
Dia mempersilakan pemohon menghadirkan saksi dan ahli ke persidangan. "Jadi kalau mau mengajukan saksi di luar itu silakan. Tetapi yang pasti, Mahkamah Konstitusi sudah mengagendakan memanggil KPK sebagai pihak terkait," ujarnya. Untuk diketahui, Perkara Nomor 59/PUU XVI/2019 dimohonkan oleh 25 orang advokat yang menguji formil dan materil UU KPK.
Selanjutnya Gregorius Yonathan Deowikaputra, Pemohon Perkara Nomor 62/PUU XVI/2019 menguji Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK. Sedangkan Fathul Wahid dkk. selaku Pemohon Perkara Nomor 70/PUU XVI/2019 melakukan pengujian sejumlah pasal dalam UU KPK, antara lain Pasal 1 angka dan Pasal 3. Sementara Perkara 71/PUU XVI/2019 dimohonkan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dkk. menguji antara lain Pasal 6 huruf e dan Pasal 12 ayat (1) UU KPK. Berikutnya, Ricki Martin Sidauruk dan Gregorianus Agung selaku Pemohon Perkara 73/PUU XVI/2019 menguji Pasal 43 ayat (1) UU KPK.
Kemudian Jovi Andrea Bachtiar dkk untuk Perkara 77/PUU XVI/2019 melakukan pengujian materiil antara lain Pasal 12B ayat (1), Pasal 12B ayat (2), Pasal 12B ayat (3), Pasal 12B ayat (4), Pasal 12C ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 37A ayat (3) Undang Undang No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU KPK. Sedangkan para Pemohon Perkara 79/PUU XVI/2019, yakni Agus Rahardjo dan Laode Muhamad Syarif yang merupakan eks petinggi KPK.