Setelah MUI keluarkan fatwa soal pelaksanaan sholat idul fitri dilakukan di rumah, Muhammadiyah juga keluarkan edaran senada soal cara sholat ied. Pimpinan pusat Muhammadiyah mengeluarkan edaran terbaru tentang pelaksaan shalat idul fitri tahun ini. Pasalnya kali ini idul fitri masih ada di masa pandemi covid 19.
Akan membahayakan masyarakat jika nekat berkumpul dalam jumlah banyak. Hal ini membuat Muhammadiyah mengeluarkan surat edaran bertanggal 14 Mei 2020. Dalam edaran ini disebutkan shalat Idul Fitri di lapangan atau masjid sebaiknya tidak dilaksanakan jika pada 1 Syawal nanti Indonesia belum terbebas dari Covid 19 dan belum dinyatakan aman oleh pihak berwenang.
Imbauan ini juga sebagai cara untuk memutus rantai penyebaran wabah virus corona. Juga sebagai tindak pencegahan agar situasi tidak semakin buruk. Oleh karena itu, Muhammadiyah mengimbau agar shalat Idul Fitri dilakukan di rumah masing masing.
"Shalat Idul Fitri bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti shalat Idul Fitri di lapangan," demikian bunyi kutipan surat edaran yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dikutip dari Kompas.com. Juga tak ada ancaman bagi seseorang yang tidak melaksanakan ibadah shalat idul fitri. Karena ibadah ini termasuk ibadah sunnah.
Jika melakukan ibadah sunah akan mendapat pahal, namun jika tidak tak ada dosa bagi yang meninggalkan. Hal itu didasari atas surat Al Baqarah ayat 286 yang menyebut bahwa seorang Muslim tidak dibebani, kecuali sejauh kadar kemampuanya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari juga menyebutkan, Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam yang dirayakan dengan shalat, sehingga orang yang tidak dapat mengerjakannya sebagai mana mestinya, yaitu di lapangan, dapat mengerjakannya di rumah.
Menurut Muhammadiyah, suatu aktivitas yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW tidak selalu disebut sebagai hal yang tidak masyruk (tidak disyariatkan). "Tidak berbuat Nabi SAW (al tark) itu dikatakan sebagai sunnah, yakni sunnah tarkiah, adalah apabila tidak berbuat itu dalam keadaan ada kebutuhan untuk melakukannya dan ada peluang, namun Nabi SAW tetap tidak mengerjakannya," demikian Muhammadiyah. Terkait dengan itu, mengerjakan shalat Idul Fitri di rumah dapat dipandang sebagai sunnah tarkiah karena pada masa itu tidak ada kebutuhan untuk shalat di rumah, seperti adanya wabah atau penyakit menular.
Oleh karena itu, Muhammadiyah berpandangan, melakukan shalat Idul Fitri di rumah bukan sesuatu yang tidak masyruk dan sah untuk dilakukan. Muhammadiyah juga menegaskan jika pelaksanaan shalat idul fitri di rumah tak membuat jenis ibadah baru. "Salat Id yang dikerjakan di rumah adalah seperti salat yang ditetapkan dalam sunnah Nabi SAW.
Hanya tempatnya dialihkan ke rumah karena pelaksanaan di tempat yang semestinya, yaitu di lapangan yang melibatkan konsentrasi orang banyak, tidak dapat dilakukan," bunyi salah satu kutipan surat edaran itu. Meski shalat Idul Fitri dilakukan di rumah, hal itu tidak bisa diartikan mengurangi kegiatan keagamaan. Selain mempertimbangkan keadaan, shalat Idul Fitri juga memperhatikan perwujudan kemaslahatan manusia (ri'ayat al masalih), berupa perlindungan diri, agama, akal, keluarga, dan harta benda.
Dalam pandangan Islam, perlidungan diri (jiwa dan raga) sangat penting sebagaimana Allah menegaskan dalam Al Quran: "Barangsiapa mempertahankan hidup satu manusia, seolah ia memberi hidup kepada semua manusia," (QS al Maidah ayat 32). Berikut bacaan niat salat Idul Fitri di Rumah:
أُصَلِّي سُنَّةً لعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًاإِمَامًا) لله تعالى Ushalli sunnatan li ‘Idul Fitri rak’ataini sunnatan lillahi ta’ala” Artinya: Aku berniat salat Idul Fitri dua rakaat karena Allah ta'ala.
Sambil mengangkat tangan (takbir zawa id/tambahan) Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii Artinya: Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar
Menurut buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah terbitan Pustaka Muslim. Pada rakaat pertama disarankan untuk membaca surat Qaaf dan pada rakaat kedua disarankan membaca surat Al Qamar. Atau surat Al A'laa pada rakaat pertama dan Al Ghosiyah untuk rakaat kedua.
Bacaan seperti rakaat pertama. Di antara setiap takbir itu membaca secara pelan (sirr): "Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu Akbar ," seperti pada rakaat pertama. Disunnahkan Surat al Ghasyiyah.