Anggota PDI Perjuangan, Saeful Bahri didakwa menyuap mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan secara bertahap sejumlah SGD 19 Ribu dan SGD 38,3 Ribu yang seluruhnya setara jumlah Rp 600 Juta. Sidang bergenda pembacaan surat dakwaan digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (2/4/2020) siang. Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan di ruang sidang.
Hadir di ruang sidang majelis hakim dan tim penasihat hukum Saeful Bahri. Sedangkan, terdakwa Saeful Bahri mendengarkan surat dakwaan melalui fasilitas videoconference di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang KPK. "Telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu Terdakwa telah memberi uang secara bertahap sejumlah SGD 19 ribu, dan SGD38,3 ribu yang seluruhnya setara Rp600 juta kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu Wahyu Setiawan," kata JPU pada KPK saat membacakan surat dakwaan.
JPU pada KPK mengungkapkan uang diterima Wahyu melalui Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayannya, yang pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI. Upaya memberikan uang itu dengan maksud agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu (PAW) Partai PDI Perjuangan (PDIP) dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1 (Sumsel 1) kepada Harun Masiku. "Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode tahun 2017 2022," ujarnya.
JPU pada KPK mengungkapkan kasus itu berawal pada tanggal 20 September 2018, KPU RI menetapkan daftar calon tetap DPR RI dengan daftar calon tetap Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Dapil Sumsel 1. Kemudian, pada tanggal 11 April 2019 berdasarkan Surat Nomor: 2334/EX/DPP/IV/2019, DPP PDIP memberitahukan kepada KPU RI bahwa H. Nazarudin Kiemas yang merupakan Calon Anggota Legislatif DPR RI dari PDIP Dapil Sumsel I yang meliputi Palembang, Lubuklinggau, Banyuasin, Musi Rawas serta Musi Rawas Utara telah meninggal dunia pada hari Selasa tanggal 26 Maret 2019; Pada tanggal 21 Mei 2019, KPU RI melakukan rekapitulasi perolehan suara PDIP untuk Dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara sebanyak 145.752 suara sesuai dengan Keputusan KPU RI Nomor 987/PL.01.8 Kpt/06/KPU/V/2019 tanggal 21 Mei 2019, dengan rincian sebagai berikut:
Nazarudin Kiemas dengan perolehan suara 0, Darmadi Djufri dengan perolehan suara sah 26.103 suara, Riezky Aprilia dengan perolehan suara sah 44.402 suara, Diah Oktasari dengan perolehan suara sah 13.310, Doddy Julianto dengan perolehan suara sah 19.776, Harun Masiku dengan perolehan suara sah 5.878, Sri Suharti, dengan perolehan suara sah 5.699 suara, Irwan Tongari dengan perolehan suara sah 4.240 suara. Pada sekitar bulan Juli 2019, dilaksanakan Rapat Pleno DPP PDIP yang memutuskan bahwa Harun Masiku ditetapkan sebagai Caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas dari Dapil Sumsel 1, dengan alasan meskipun telah dicoret oleh KPU dari DCT Dapil Sumsel 1 (meninggal dunia), namun Nazaruddin sebenarnya mendapat perolehan suara sejumlah 34.276 suara dalam Pemilu. "Setelah mengetahui hal tersebut, Harun Masiku melakukan pertemuan dengan Terdakwa selaku kader PDIP di Kantor Pusat DPP PDIP. Dalam kesempatan itu Harun Masiku meminta tolong kepada Terdakwa agar dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun yang kemudian disanggupi oleh Terdakwa," kata JPU pada KPK.
Pada 5 Agustus 2019, DPP PDIP mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI, perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya meminta calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazaruddin Kiemas Nomor urut 1, Dapil Sumsel I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun Masiku, nomor urut 6, Dapil Sumsel I Pada bulan yang sama, Harun Masiku datang ke kantor KPU RI untuk menemui Arief Budiman selaku Ketua KPU RI. Dalam pertemuan itu Harun Masiku menyampaikan kepada Arief Budiman agar permohonan yang secara formal telah disampaikan oleh DPP PDIP melalui surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI tersebut dapat dikabulkan; Menindaklanjuti surat tersebut, pada tanggal 26 Agustus 2019 KPU RI mengirimkan Surat Nomor 1177/PY.01.1 SD/06/KPU/VIII/2019 perihal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 57P/HUM/2019 yang intinya menyatakan tidak dapat mengakomodir permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku;
Oleh karena KPU RI tidak mengabulkan permohonan dari DPP PDIP tersebut, selanjutnya pada bulan September 2019 Terdakwa menghubungi Agustiani Tio Fridelina untuk menyampaikan kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 43/P Tahun 2017 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Komisi Pemilihan Umum, Tanggal 10 April 2017, agar dapat mengupayakan persetujuan dari KPU RI terkait penggantian Caleg DPR RI di Dapil Sumsel I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. "Bahwa Terdakwa bersama sama Harun Masiku mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian hadiah berupa uang kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina tersebut dimaksudkan agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW Partai PDIP dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Dapil Sumsel 1 kepada Harun Masiku, yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan," tambah JPU pada KPK. Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.